“ Tuhan dan Alam Semesta”
dari
Pemikiran Sang Ateisme
(Dikutip dari buku: T.M.Dhani Iqbal “Sabda Dari Persemayaman”)
Dalam Titian Kasih Sayang-Mu……!
Tuhan…
Hamba Hanya Debu Hitam
Yang Terombang – Ambing Oleh Hembusan Angin…
Tuhan…
Hampanya Dunia Ini
Yang Membuatku Merasa Hanyut Dalam Pelukan Kehampaan Itu…
Aku Lemah…
Aku Tak Berdaya…
Aku Hanya Debu Yang Membeku
Dan Terpaku Pada Arah Mata Angin
Yang Hilir Mudik Menyapaku…
Tuhan…
Bakarlah Dan Leburkanlah Aku
Jika Aku Hanya Mampu Membuat-Mu Kecewa Dan Murka…
Tuhan…
Aku Takut Akan Ketakutan Pada Diriku
Yang Membuatku Hina Dihadapan-MU…
Tuhan,,,
Bisakah Aku Menerima Hukum-Mu Tanpa Meragukannya Lebih Dahulu?
Karena Itu Tuhan…
Maklumilah Lebih Dulu Bila Aku Masih Ragu Akan Kebenaran Hukum-Hukum-Mu.
Jika Engkau Tak Suka Hal Itu,,,
Berilah Aku Pengertian-Pengertian Sehingga Keraguan Itu Hilang.
Tuhan…
Murkakah Engkau Bila Aku Berbicara Dengan Hati Dan Otak Yang Bebas,,,
Hati Dan Otak Sendiri Yang Telah Engkau Berikan Kepadaku Dengan Kemampuan Bebasnya Sekali ?
Tuhan…
Aku Ingin Bertanya Pada Engkau Dalam Suasana Bebas…
Aku Percaya,,,!!!
Engkau Tidak Hanya Benci Pada Ucapan-Ucapan Yang Munafik,
Tapi Juga Benci Pada Pikiran-Pikiran Yang Munafik,
Yaitu Pikiran-Pikiran Yang Tidak Berani Memikirkan Yang Timbul Dalam Pikirannya,
Atau Pikiran Yang Pura-Pura Tidak Tahu Akan Pikirannya Sendiri
Tuhan…
Aku Pasrahkan Semuanya Dalam Titian Kasih Sayang-Mu…
By : Ardhi morsse
KETIADAAN YANG “ADA”
“Tuhan itu tidak ‘ADA’ namun percaya Tuhan itu ‘ADA’…?”
(kontradiksi yang paradoks).
Apakah kita percaya akan keberadaan kita…?
Jika kita percaya akan keberadaan kita, maka kita percaya tuhan itu “ADA”…!
1. Ateisme Bukanlah Urusan Manusia Melainkan Urusan Tuhan
“Tuhan ‘ADA’ dalam diri kita sendiri. Tuhan bukanlah personifikasi yang terpisah dari rumahnya. Dia bukanlah sebuah wujud yang lain”.
Jadi inilah awal dari pemahaman Ateisme…
Ateisme yang konsisten dan bersemangat justru lebih religius ketimbang Teisme yang penuh ketakutan…???
Pasti dalam benak dan menjadi ucapan yang tidak disadari keluar dari mulut kita bertanya “ kok bisa penganut Ateisme lebih religius ketimbang Teisme ?”
Yaitu pemahaman maksud lebih religius disini adalah ?
Agama sudah mencapai puncak kesempurnaan, semua sudah bebas, sehingga saat ini dianjurkan berpikir dan bekerja.
Oleh sebab itu belajar adalah kegiatan religius.
Jika ada orang belajar dengan sungguh-sungguh dan bersemangat karena dorongan Ateismenya, bukankah itu berarti dia melaksanakan ajaran Tuhan?
Daripada orang yang selalu membaca kitab suci tapi tidak pernah melaksanakan perintah tuhan…!!!
Jadi, “jika ada manusia yang tidak beragama, itu bukan urusan manusia lain, itu adalah urusan Tuhan”
2. Tuhan itu tidak ‘ADA’ namun percaya Tuhan itu ‘ADA’…???
(Definisi Tuhan dan Maksud dari Pemikiran Sang Ateisme)
“Jika kita percaya Tuhan itu “Ada” dan Tuhan pencipta segala sesuatu termasuk kita sebagai ciptaan-NYA”.
Timbulah pertanyaan – pertanyaan dalam diri kita ?
Apa yang dilakukan Tuhan sebelum Dia menciptakan alam semesta ini…
Mengapa Dia menciptakan alam semesta ini pada momen tertentu dalam waktu dan tidak pada momen yang lain…
Apa yang menyebabkan Dia harus menyibukkan diri dan pikiran dengan menciptakan alam semesta…
“ jika kita berpikir Tuhan tidak sibuk dengan semua itu, apa yang menyebabkan-NYA berbuat itu ?”
Menyebut Tuhan sebagai pencipta hanyalah usaha untuk memberikan landasan bagi mekanisme semesta dalam hukum kausalitas. Sekaligus untuk mempertautkan agama dalam pengertian konservatif ketika ia belum sempurna.
Hukum kasalitas ?
Kelemahan hukum ini adalah orang tidak dapat berhenti ketika ia terus kebelakang !
Maksudnya…?
“prinsip yang mendasari sesuatu, juga membutuhkan prinsip yang lain lagi untuk menjadi penopangnya,” Begitu seterusnya.
“Dan karena orang merasa mesti menemukan sebab paling pertama, maka Aristoteles mentasbihkanya sebagai “The Unmoved Mover”, pengerak yang tidak bergerak.”
Dengan konsep penggerak yang tidak bergerak, artinya Aristoteles memisahkan antara entitas yang bergerak dengan entitas yang tidak bergerak (yang menggerakkan).
Jadi dapat disimpulkan bahwa “ Tuhan sebenarnya tidak mengetahui partikel semacam manusia. Dia hanya menggerakkan dan kembali terpusat pada diri-NYA sendiri. ”
Dengan kesimpulan tersebut kita kembali bertanya “ apakah bertentangan dengan sifat Allah sebagai ‘Maha Mengetahui’ ?”
Menurut pandangan Deisme yang meyakini tentang wujud Illahi yang memulai alam semesta tapi kemudian duduk bersenang – senang, mengamati kejadian-kejadian yang membentang dan tidak mengambil langsung dalam urusan-NYA.
Jika Allah ‘Maha Mengetahui’ ?
Lantas…kemana DIA, saat pembantaian Mahluk-NYA terjadi ?, kemana DIA, saat ketidak adilan menampakkan dirinya secara telanjang ?, kemana DIA, ketika mahluk-NYA menangis karena penderitaan ?
“Sehingga para ilmuan sampai pada pengetahuan ledakan besar, yang membuat semesta ini “ADA”, dan pemahaman Deisme terancam buyar…!!!”
Namun lebih dijelaskan secara dalam “ tidak akan menemukan kata ‘sebelum’ ledakan itu tidak terjadi dalam satu titik ruang maupun waktu. Waktu dan ruang itu sendiri berawal dari ledakan besar ”.
BUUUUUZZZZZZZZZZZZZZZ……!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Dan tiba-tiba semesta “ADA” semesta melahirkan dirinya, jadi tidak mengherankan, jika obyek-obyek fisik secara sepontan muncul sepanjang waktu dalam dunia mikro Quantum tanpa sebab-sebab yang terdefinisikan secara baik dan konkret.
(Inilah definisi Tuhan dan maksud dari pemikiran sang Ateisme)
Darimana pikiran bisa mengetahui…?
“semua tidak dapat dipisahkan antara yang mengetahui dan yang diketahui”
Maka hadirlah sebuah pertanyaaan,
Apakah ide-ide, benda-benda, punya eksistensi yang independen yang siap ditemukan ?
Percayalah, ada persekutuan antara pikiran dan benda. yang rill adalah rasional dan yang rasional adalah rill.
Seperti contoh gundukan aspal (polisi tidur).
Definisinya…
Polisi tidur itu tidak semata-mata artefak, sebab didalamnya terkandung ide-ide teknisi pembuat hukum, pemimpin daerah setempat yaitu kurangi laju kendaraan.
Dan diantara keduanya, sipembuat polisi tidur dan pemakai kendaraan terjadi interaksi makna, bahkan pergeseran makna secara terus-menerus.
Ide termediasikan melalui benda dan benda memantulkannya hingga terus terjadi gerak. Begitu juga dengan pengamat dengan yang diamati, keduanya melakukan tawar-menawar makna, yang pada saat bersamaan tidak lagi terbatas dalam dunia makna, tetapi juga dunia akasi. Tidak ada yang memulai semuanya terkait erat dan saling mempengaruhi.
Dengan memisahkan antara pencipta dan ciptaan, manusia seolah-olah telah dikutuk untuk menjadi budak dan menyiratkan ketergantungan yang tak pantas bagi martabatnya yang memiliki pikiran-pikiran kesadaraan !
Darimana asal pikiran, kesadaran, saling memahami dan saling tarik-menarik ?
Disiplin ilmu belum ada yang menguak misteri perasaan…!!!
Dengan pernyataan tersebut, Apakah kita harus mengakui bahwa Allah bermakna Cinta?
3. Allah bermakna Cinta?
Pemahaman tentang Tiada Tuhan Selain Allah karena kita memahami bahwa kesadaraan itu bersifat Illahi. Tuhan lebih dekat ketimbang urat nadi, berarti bisa kita pahami bahwa kita adalah kepingan- kepingan-NYA. Mungkin semua orang, dan semua saling terkait, tidak ada yang bisa terisolasi karena setiap entitas secara simultan saling mempengaruhi, sehingga semua orang tak mungkin membedakan sebab-akibat, “Aku adalah semua dan semua adalah satu”. Satu inti banyak bentuk dan tidak mungkin ada yang mempengaruhi satu sama lain.
Lantas kemana Tuhan ketika terjadi ketidak adilan…?
Tuhan telah menyublim dalam diri senua orang, dan semua orang memiliki perangkat kesadaraan Tuhan, yang membuat semua orang sebenarnya mampu mengubah nasibnya (Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu sendiri tidak mau merubahnya) .
Solusinya adalah “BELAJAR” agar tidak di bodohi dan di tindas orang lain !!!
4. Definisi Secara Irasional : Tuhan itu tidak ‘ADA’ namun percaya Tuhan itu ‘ADA’…???
Maksudnya jika kita nyatakan Tuhan itu “ADA”, berarti dia tidak lebih besar dari apa yang kita pikirkan. Oleh karena itu kita lebih baik menyebutnya Tuhan itu tidak ada. Ini bukan berarti Tuhan itu ilusi melainkan Dia memiliki eksistensi yang lebih kaya dan lebih utuh ketimbang apa yang bisa kita ketahui.
Ada juga yang menyebut “Tuhan adalah kegelapan tapi bukan untuk menyatakan ketiadaan cahaya, melainkan untuk menunjukkan kehadiran sesuatu yang lebih cerah”.
Para filsuf ateis sendiripun keliru ketika mereka mengira sedang membawakan pemahaman baru. Sebab argumentasi mereka itu sebenarnya hanya sekedar mengulangi lagi pandangan-pandangan yang justru berasal dari kaum mistik yang merupakan inti dari monoteisme zaman lampau.
5. Kemunculan Tuhan
Cerita tentang kemunculan Tuhan yang menemui Nabi Musa di gunung Sinai, itu berarti tuhan dalam wujud yang personal, yang terpisah dari manusia dan alam.
Hal ter sebut diatas bisa saja terjadi, tetapi cerita tentang pertemuan Nabi Musa dengan Tuhan itu sulit digambarkan. Karena cerita yang kita dapat hanyalah gunung yang bergetar hebat dengan asap yang menyelimutinya, dan pemandangan itu telah membuat orang kagum dan tercengang sekaligus gentar.
Artinya ini adalah metefora sebab kita tidak dapat mengungkapkan lewat bahasa eksplisit, bahasa kita miskin untuk menyebut segala seuatu yang tidak memiliki tempat dalam skema rasionalitas manusia normal.
“Realitas itu sangat kaya. Yang kita khawatirkan memang bukanlah kehabisan realitas melainkan kehabisan cara mengungkapkannya. Dan karena diluar skema rasionalitas manusia normal, pertemuan itu bisa saja disebut tidak ada”
Karena itu kita tetap percaya bahwa “kemanapun pandangan kita mengarah, itu adalah wajah Tuhan !” (Ini semua hanya mampu kita rasakan dalam hati kita masing-masing).
“ Kita hanya sedang berada dalam tahap sementara dari evolusi. Entah tahap berikutnya menjadi apa, tapi kita semua menuju satu arah…”
***Next Time Will Be Continue***
By : Ardhi morsse
NB : Saya nantikan keritik dan saran yang membantu dalam menyempurnakan tulian ini di email : ardi025@yahoo.com