Ardhi Morsse Putra Sriwijaya

Putra Melayu Sriwijaya Berjuang Untuk Nusantara...!!!

Rabu, 25 Januari 2012

I - Hegel

 kata bijak dari banyak 

tokoh terkenal


1. Marah itu gampang. Tapi marah kepada siapa, dengan kadar emarahan yang pas, pada saat dan tujuan yang tepat, serta dengan cara yang benar itu yang sulit. (Aristoteles)
2. Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup. (John Pattrick).
3. Jangan pernah melupakan apa pun yang dikatakan seseorang ketika ia marah, karena akan seperti itu pulalah perlakuannya pada Anda. (Henry Ward Beecher)
4. Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat. (Winston Chuchill)
5. Bakat terbentuk dalam gelombang kesunyian, watak terbentuk dalam riak besar kehidupan. (Goethe)
6. Secara teoritis saya meyakini hidup harus dinikmati, tapi kenyataannya justru sebaliknya – Karena tak semuanya mudah dinikmati. (Charles Lamb)
7. Orang yang menginginkan impiannya menjadi kenyataan, harus menjaga diri agar tidak tertidur. (Richard Wheeler)
8. Bila Anda ingin bahagia, buatlah tujuan yang bisa mengendalikan pikiran, melepaskan tenaga, serta mengilhami harapan Anda, (Andrew Carnegie).
9. Kita hanya berfikir ketika kita terbentur pada suatu masalah. (John Dewey)
10.Kesalahan orang lain terletak pada mata kita, tetapi kesalahan kita sendiri terletak di punggung kita. (Ruchert)
11.Yang baik bagi orang lain adalah selalu yang betul-betul membahagiakannya. (Aristoteles)
12.Semua yang riil bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil. (Hegel)
13.Sebelum menolong orang lain, saya harus dapat menolong diri sendiri. Sebelum menguatkan orang lain, saya harus bisa menguatkan diri sendiri dahulu. (Petrus Claver)
14.Lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah bertempur sama sekali. (Arthur Hugh Clough)
15.Hidup adalah lelucon yang baru saja dimulai. (W.S. Gilbert)
16.Orang yang bisa menggunakan dan menyimpan uang adalah orang yang paling bahagia, karena ia memiliki kedua kesenangan. (Samuel Johnson)
17.Kebijaksanaan tidak pernah berbohong. (Homer)
18.Tuhan sering mengunjungi kita, tetapi kebanyakan kita sedang tidak ada di rumah. (Joseph Roux)
19.Seorang pendengar yang baik mencoba memahami sepenuhnya apa yang dikatakan orang lain. Pada akhirnya mungkin saja ia sangat tidak setuju, tetapi sebelum ia tidak setuju, ia ingin tahu
dulu dengan tepat apa yang tidak disetujuinya. (Kenneth A. Wells)
20.Seorang pria sudah setengah jatuh cinta kepada wanita yang mau mendengarkan omongannya dengan penuh perhatian. (Brenden Francis)
21.Kebahagian hidup yang sebenarnya adalah hidup dengan rendah hati. (W.M. Thancheray)
22.3×25 Watt ≠ 75 Watt
Sebuah bola lampu berukuran 75 watt kelihatan bersinar lebih terang dibandingkan dengan tiga buah bola lampu 25 Watt yang dinyalakan bersamaan.
23.Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli, dan tidak dapat dihancurkan. (Hitopadesa)
24.Bila orang mulai dengan kepastian, dia akan berakhir dengan keraguan. Jika orang mulai dengan keraguan, dia akan berakhir dengan kepastian. (Francis Bacon)
25.Cuma sedikit orang yang menginginkan kebebasan, kebanyakan hanya menginginkan seorang tuan yang adil. (Gaius Sallatus Crispus)
26.Tak diinginkan, tak dicintai, tidak diperhatikan, dilupakan orang, itu merupakan derita kelaparan yang hebat, kemiskinan yang lebih besar daripada orang yang tak bisa makan. Kita harus saling merasakan hal itu. (Ibu Teresa)
27.Pengalaman bukan saja yang telah terjadi pada diri Anda. Melainkan apa yang Anda lakukan dengan kejadian yang Anda alami. (Aldous Huxley)
28.Dunia adalah komedi bagi mereka yan memikirkannya, atau tragedi bagi mereka yang merasakannya. (Harace Walpole)
29.Saya percaya kata managing berarti memegang burung dara di kepalan tangan. Kalau terlalu kencang ia akan mati. Tapi bila terlalu kendur, bisa terlepas. (Tommy Lasorda)
30 Sejarah manusia merupakan tanah pemakaman dari kebudayaan-kebudayaan yang tinggi, yang rontok karena mereka tidak mampu melakukan reaksi sukarela yang terencana dan rasional untuk menghadapi tantangan. (Erich Fromm)
31.Kemajuan merupakan kata yang merdu. Tetapi perubahanlah penggeraknya dan perubahan mempunyai banyak musuh. (Robert F. Kennedy)
32.Kita mengajarkan disiplin untuk giat, untuk bekerja, untuk kebaikan, bukan agar anak-anak menjadi loyo, pasif, atau penurut. (Maria Montessori)
33.Tugas dan pendidikan ialah mengusahakan agar anak tidak mempunyai anggapan keliru bahwa kebaikan sama dengan bersikap loyo dan kejahatan sama dengan bersikap giat. (Maria Montessori)
34.Kemampuan menertibkan keinginan merupakan latar belakang dari watak. (John Locke 1632-1704)
35.Kebahagian dari setiap negara lebih bergantung pada watak penduduknya daripada bentuk pemerintahannya. (Thomas Chandler Haliburton 1796-1865)
36.Menyikat lantai dan mencuci pispot sama mulianya seperti menjadi presiden. (Richard M. Nixon)
37.Jangan pernah membanting pintu, siapa tau kita harus kembali. (Don Herold)
38.Diplomat ialah orang yang selalu ingat pada ulang tahun seorang wanita tetapi tidak pernah ingat berapa umur wanita itu. (Robert Frost)
39.Orang yang paling tidak bahagia ialah mereka yang yang paling takut pada perubahan. (Mignon McLaughlin)
40.Kalau manusia berangsur menjadi tua, umumnya ia cendrung menetang perubahan, terutama perubahan ke arah perbaikan. (John Steinbeck)
41.Selama hidup saya yang sudah 87 tahun ini, saya telah menyaksikan serentetan revolusi teknologi. Tetapi tidak satu pun diantaranya yang tidak membutuhkan watak yang baik atau kemampuan untuk berfikir. (Bernard M. Baruch)
42.Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis. (Aristoteles)
43.Pendidikan mengembangkan kemampuan, tetapi tidak menciptakannya. (Voltaire)
44.Pendidikan yang baik tidak menjamin pembentukan watak yang baik. (Fonttenelle)
45.Setelah makan, pendidikan merupakan kebutuhan utama rakyat. (Danton)
46.Kerendahan hati disukai orang-orang terkenal. Namun orang yang bukan apa-apa sulit untuk rendah hati. (Paul Valěry)
47.Emansipasi merupakan seni untuk berdiri di atas kaki sendiri namun dipeluk tangan orang lain. (Alex Winter)
48.Sebelum menikah saya mempunyai enam teori tentang bagaimana mendidik anak. Kini saya mempunyai enam anak dan tidak mempunyai teori. (John Wilmot, Earl of Rochester 1647-1680)
49.Kebahagiaan itu seperti batu arang, ia diperoleh sebagai produk sampingan dalam proses pembuatan sesuatu. (Aldous Huxley)
50.Dari pesawat terbang yang saya cintai, saya melihat ilmu pengetahuan yang saya puja memusnahkan kebudayaan, padahal saya mengharapkan mereka dimanfaatkan untuk kebudayaan. (Charles A. Lindbergh, Jr.)
51.Harapan adalah tiang yang menyangga dunia. (Pliny the Elder)
52.Alat penghemat kerja yang paling populer sampai saat ini masih tetap suami yang berada. (Joey Adams)
53.Seorang arkeolog merupakan suami yang terbaik yang bisa diperoleh wanita; makin tua si istri, makin besar minat suami terhadapnya. (Agatha Cristie)
54.Saya lebih suka lamunan untuk masa akan datang daripada sejarah masa lalu. (Thomas Jefferson 1743-1826)
55.Jangan memberi nasehat kalau tidak diminta. (Erasmus)
56.Manusia mudah dibohongi oleh orang yang dicintainya. (Molire)
57.Sebelum menulis, belajarlah berpikir dulu. (Boileau)
58.Orang yang berjiwa cukupan, merasa bisa menulis dengan hebat. Orang yang berjiwa besar merasa bisa menulis cukupan. (La Bruyère)
59.Kemenangan yang paling indah adalah bisa menaklukkan hati sendiri. (La Fontaine)
60.Tidak ada yang selembut dan sekeras hati. (G.C. Lichtenberg)
61.Lebih baik mengerti sedikit daripada salah mengerti. (A. France)
62.Orang memerlukan dua tahun untuk berbicara, tetapi limapuluh tahun untuk belajar tutup mulut. (Ernest Hemingway)
63.Penulis buku jarang intelektual. Intelektual ialah mereka yan berbicara tentang buku yang ditulis orang lain. (Françoise Sagan)
64.Orang yang mencemarkan udara dengan pabriknya dan anak ghetto yang memecahkan kaca etalase toko menunjukkan hal yang sama. Mereka tidak peduli pada orang lain. (Dhaniel Patrick Moynihan)
65.Mereka yang bermimpi di siang hari akan lebih menyadari bahaya yang luput dari penglihatan mereka yang mimpi di malam hari. (Edgar Allen Poe)
66.”Mulai” adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu adalah, “mulai”.Tapi juga mengherankan, pekerjaan apa yang dapat kita selesaikan kalau kita hanya memulainya. (Clifford Warren)
67.Saya tak hanya menggunakan semua kecerdasan yang dimiliki otak melainkan juga yang dapat saya pinjam. (Woodrow Wilson)
68.Yang kalah adalah wujud hukuman atas kegagalan. Pemenang adalah penghargaan atas kesuksesannya. (Bob Gilbert)
69.Bila Anda mengatakan apa yang Anda pikirkan, jangan harap hanya mendengar apa yang Anda sukai. (Malcom S. Forbes)
70.Kesulitan itu ibarat seorang bayi. Hanya bisa berkembang dengan cara merawatnya. (Douglas Jerrold)
puisi terakhir soe hok gie


Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah.

Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza.
Tapi, aku ingin habiskan waktuku di sisimu, sayangku.
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mendalawangi.

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang.

Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra.
Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku.
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya.
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu.

Mari sini, sayangku.

Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku.
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung.
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa.




Donna Donna


Donna Donna
On a wagon bound for market
there?s a calf with a mournful eye.
High above him there?a swallow,
winging swiftly through the sky.
Reff:
How the winds are laughing,
they laugh with all their might.
Laugh and laugh the whole day through,
and half the summers night.
Donna, Donna, Donna, Donna;
Donna, Donna, Donna, Don.
Donna, Donna, Donna, Donna;
Donna, Donna, Donna, Don.
Stop complaining!??? said the farmer,
Who told you a calf to be?
Why dont? you have wings to fly with,
like the swallow so proud and free?
Calves are easily bound and slaughtered,
never knowing the reason why.
But whoever treasures freedom,
like the swallow has learned to fly
.

Fish

Fish: Add a touch of nature to your page with these hungry little fish. Watch them as they follow your mouse hoping you will feed them by clicking the surface of the water.

Tuhan Menciptakan Kejahatan

Tuhan Menciptakan Kejahatan
Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?
Apakah kejahatan itu ada?
Apakah Tuhan menciptakan kejahatan?
Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal itu menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini,
“Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab,
“Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.
“Tuhan menciptakan semuanya?” Tanya professor sekali lagi.
“Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab,
“Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata,
“Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”
“Tentu saja,” jawab si Profesor
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya,
“Profesor, apakah dingin itu ada?”
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”
Profesor itu menjawab,
 “Tentu saja itu ada.”
Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap.
Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya diruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”
Dengan bimbang professor itu menjawab, “
Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab,
“Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan.
Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia.
Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”

Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein

Sejarah ‘Tuhan’ dalam Kehidupan “Spiritualku” “Tuhan Lagi-lagi dengan Sengaja atau Tidak Aku ‘Belenggu’ dalam Pemahamanku Atas Diri-Nya"

Sejarah ‘TUHAN’ dalam kehidupan “Spiritualku”
“Tuhan lagi-lagi dengan sengaja atau tidak aku ‘belenggu’ dalam pemahamanku atas diriNya.”
Semacam Pendahuluan
Tuhan bagiku sangatlah misterius, melebihi kemisteriusan rahasia kehidupan dan alam ini. Dalam sejarah kehidupan manusia tentunya termasuk aku, Tuhan adalah salah satu dari sekian ‘materi/persoalan’ penting dalam ranah pengetahuan manusia, bahkan secara khusus Tuhan diajarkan dalam setiap agama yang ada, begitu juga dalam sejarah “spiritualitasku”, Tuhan hadir dalam keseharianku bahkan sebelum aku hadir dan lahir dalam kehidupan.
Sebagaimana tradisi dalam ke-Islaman yang kami anut dalam keluarga, kami termasuk penganut Islam yang taat, bapakku seorang imam masjid dan keturunan penganjur Islam dalam lingkungan tempatku tinggal, maka tidak heran semenjak dalam kandungan, setiap malam tak lupa surat Maryam dan Yusuf dialunkan disamping perut ibuku oleh bapakku, begitupun ketika aku lahir, Tuhan hadir dalam adzan dan iqomat yang dikumandangkan ditelingaku kiri dan kanan, setidaknya itulah cerita leluhur dan juga yang aku lakukan kepada anakku kemudian, Tuhan begitu dekat dan hadir dalam setiap fase kehidupanku.
Namun spiritualitas tentulah berada dalam ruang dan waktu dan itu artinya menyejarah, begitu juga ‘konsep’ tentang Tuhan itu sendiri, dan dalam sejarah ‘spiritualku’ akhirnya Tuhan ikut menyejarah dan mengalami beberapa fase/tingkatan pemahaman sebagaimana yang aku alami berikut ini:

TUHAN yang aku kenal waktu kecil
Sejak kecil Tuhan ada dan hadir dalam sejarah kehidupanku, aku sejak kecil selain sekolah umum diwajibkan sekolah sore alias madrasah, dari sana selain pendidikan keluarga ‘konsep’ Tuhan ada dan masuk dalam paradigma pengetahuanku, Tuhan yang aku kenal dan fahami maha meliputi dan segalanya tempat muara setiap hal, tanpa ada pertanyaan dan logika untuk ‘mengenal’Nya, apapun tentangNya datang secara doktriner dan arbitrer, begitu saja dan sungguh aku dengan segenap kondisi yang ada saat itu, tanpa banyak tanya mau dan mampu memahaminya dengan serta merta.
Tuhanlah yang menjadikan semua ada dan mungkin, Tuhanlah yang memberikan segala sesuatu yang kami miliki dalam keluarga, rezeki, kesehatan dan setiap kebaikan yang ada pasti dari Tuhan dan anehnya yang buruk selalu dari Setan, itulah Tuhan yang aku fahami dan yakini waktu kecil. Pemahaman itu datang begitu saja secara otomatis, dogmatis.
Bapakku sebagai guru ngaji dan santri kuno sangatlah ketat dalam mendidikku soal agama dan keyakinan pada Tuhan, segenap perintah Tuhan ‘terjelma’ dalam perintah ‘bapakku’, bisa diartikan aku mengenal Tuhan lewat bapakku dan tentunya pendidikan di madrasahku, jadi ‘kepatuhanku’ secara otomatis hadir atas ‘kepatuhan’ku pada bapak dan guru agamaku, seakan Tuhan menjelma dalam diri mereka, jadi aku takut dan menjalankan perintah Tuhan lebih dikarenakan takut kepada bapak dan guru agamaku.
Tuhan sebagaimana yang aku fahami dan yakini dalam fase ini sangatlah lengkap, yang maha segala dan meliputi semuanya, baik yang ada dan tidak ada, yang hidup dan mati, yang berkaitan dengan duniawiyah maupun akhirat semuanya dalam kekuasanNya tanpa kecuali, karena kehidupan ini ada atas rahman dan rahimNya.
Dan karena pemahamanku ini, duniapun aku pandang seperti itu termasuk dalam mengasihi sesama manusia dalam kehidupan sosialku waktu itu, termasuk yang aku ingat, akupun berkawan dan berteman dengan anak cina yang beda agama, belakang rumah sebagimana anak-anak sebaya. Bahkan dalam suatu kejadian aku pernah membawakan roti yang aku bawa dari pengajian di masjid untuk makan malamnya, karena malam itu ia dihukum bugil diluar rumah, dan itu aku lakukan tanpa mau tau siapa dia dan juga siapa Tuhannya.

TUHAN yang kufahami dan yakini
Ketika aku mulai sekolah di SMP dan Madrasah diluar desa baik secara sosial maupun pengetahuan aku mengalami banyak pergeseran, begitu juga ‘konsep’ku tentang Tuhan. Tuhan tak sebagaimana yang dulu kufahami sebagai pengayom semua dan pemberi rahmat dan rahim kepada setiap manusia di bumi ini, tak peduli ras, agama dan latarbelakang, di fase ini Tuhan menjelma dalam konsep ‘politik’/kepentingan agama dan ideologi tertentu.
Tuhan yang dulu begitu ‘meluas’ dan ‘meliputi’ segala sesuatu seakan menyempit menjadi Tuhan Islam atau bahkan versi ‘aliran’ yang aku pelajari. Tuhan yang dulu aku fahami menjadi muara semua yang ada dan kejadian di dunia ini seakan hanya menjadi Tuhan-ku sendiri, hanya milikku dan kepercayaan aliranku. Tuhanku disaat ini menjadi semacam ‘tukang’ yang atur ini itu, wajibkan ini itu harus begini dan begitu, yang ini salah dan yang itu benar, Tuhan menjadi (tentunya melalui penafsiran yang aku pelajari saat itu) hakim atas keyakinan dan kebenaran apa yang menjadi ‘pemahaman’ diluar agama yang aku anut.
Teman cina yang dulu  begitu akrab menjadi begitu aku benci dan musuhi, semua ini karena ajaran dari pemahaman yang aku dapat kala itu, bahwa cina itu ‘kafir’ dan kelak pasti akan masuk neraka, Tuhanku begitu tidak mungkin bisa menerima dia, bagaimana mungkin aku akan mau menerimanya, Tuhanku menjadi ‘galak’ dan seakan tidak mau tau akan ‘kepercayaan’ atau ‘ajaran’ lain selain yang Dia (Tuhan) ajarkan melalui agamaku, Islam. Dan atas dorongan pemahaman yang begitu aku menjadi jauh dan bermusuhan dengan teman akrabku dulu itu, atas nama agama dan Tuhanku.
Setelah, aku masuk pesantren dengan berbagai ajaran, perilaku, tradisi, keyakinan dan pemahaman khasnya atas pemaknaan hidup dan kehidupan ini, pengalaman ‘spiritual’ku mengalami fase perubahan lagi yang cukup penting, juga berkaitan tentang pemahaman atas Tuhan. Di pesantren Tuhan hadir dan dikenalkan begitu ‘intim’ dalam perilaku kehidupan sehari-hari, Tuhan hadir 24 jam bahkan Tuhan ada disetiap denyut nadi kegiatan pesantren, kurikulum dan pendidikan yang diajarkan semua mengacu dalam rangka pengagungan nama dan kebesaranNya.
Tuhanku saat ini begitu hidup dan mewarnai sikap dan perilakuku, Tuhan setiap waktu senantiasa ku-kuduskan dalam rilaku dan ‘tirakat’ yang sebagian besar dilakukan para santri, mulai dari puasa senin-kamis dan puasa sunah lain, bahkan Tuhan senantiasa kami wiridkan setiap waktu, jadi ketika itu Tuhan terasa begitu dekat dan hubunganku sangat personal denganNya, Tuhanku begitu dekat dan intim, sublim!
Saking dekatnya kadang Tuhan menjadi sangat personal dan menjadi kita seakan manusia yang mencapai puncak tertinggi dalam tahapan pencarian pemahaman atas diriNya. Namun sementara itu, lagi-lagi karena faktor ruang dan waktu yang menyejarah dan karena itu terjadilah sebuah penafsiran yang kondisional, saat itu Tuhan yang aku fahami dan kenal sangatlah identik dengan dimana aku menimba ilmu dan belajar, pesantren.
Pesantren identik dengan NU yang memiliki pandangan yang khas dibanding berbagai aliran yang ada dalam Islam khususnya Muhammadiyah. Memang dalam ber-madzab di NU dikenal pemikiran dan ajaran dari 4 madzab yang ada, Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi, meski pandangan dan ajaran keempatnya bisa diterima dan dilakukan, namun tak bisa dipungkiri Syafi’iyahlah yang paling kuat dianut dalam aplikasi pelaksanaan ajaran agama sehari-hari, termasuk konsepnya tentang Tuhan yang bersandar pada teologi Imam Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, dan pada keduanyalah konsep Tuhanku diajarkan. Bahkan ketakutanku setiap bertemu dengan anjing sampai saat ini adalah hasil keberhasilan Imam Syafi’i dalam “menancapkan” pengaruh tentang hukum najis mugholadoh atasnya.
Tuhan yang punya hak veto dan tidak wajib menghukum umatnya yang melanggar serta sebaliknya tidak wajib ‘mengganjar’ umatnya yang berbakti, karena sesungguhnya Tuhan sangatlah ‘berkuasa’ atas setiap kehendaknya dan tak mungkin dibatasi oleh hak-kewajiban tertentu atas suatu hal, kekuasaanNya mutlak tanpa batas dan Tuhan berhak untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu. Tuhanku saat ini begitu sempurna tanpa cacat dan tak terjangkau oleh logika manusia, Tuhan dalam arti yang sesungguhnya, Tuhannya semua manusia yang meliputi segala, suku ras dan agama, Tuhan abadi dan tak tertandingi dimana segala sesuatu berasal dan hanya karenaNyalah ada dan dapat terjadi seperti sekarang ini.
Dalam fase ini pemahaman keagamaanku dengan konsep Tuhan yang seperti itu menjadikanku begitu tertib dan shaleh, Tuhan menjadi tempat dimana semua hal disandarkan, Tuhan menjadi semacam ‘pengawas’ yang senantiasa melihat gerak-gerik dan perilakuku setipa saat dan waktu, dikala bangun dan tidurku, Tuhan begitu meng-ada dalam setiap langkah dan tindak-tandukku, semua terjadi dan berlangsung begitu saja seiring dengan realitas sosial-keagamaan yang ada di pesantren, aku menjadi begitu shaleh dan taat serta melakukan setiap kewajiban ibadah yang ada, bahkan perintah sunah pun banyak yang aku lakukan, Tuhan begitu merasuk dan masuk dalam jiwaku.
Dan semua itu berjalan terus menerus selama 6 tahun di pesantren, seakan semua menjadi sebuah rutinitas dan otomatis, aku bagaikan ‘robot’ yang religius dan disetir oleh remot Tuhan, mulai bangun subuh  sampai tidur lagi dan bangun lagi semua diisi oleh ibadah dan kegiatan belajar dan Tuhan senantiasa ada dalam diri dan lingkunganku, aku begitu religius dan taat. Entah bagaimana menjelaskannya, ada semacam ‘keterpaksaan’ dalam hubunganku dengan Tuhan saat itu, namun begitu aku hayati dan nikmati, sebuah situasi antara keterpaksaan dan ketundukan yang begitu indah dan mengasyikkan, aku dan Tuhan terasa begitu dekat, dan dengan itu, aku ketika itu merasa sangat religius dan shaleh.
Namun tetap saja karena dogma dan doktrin yang aku terima, Tuhanku hanya terbatas milik golonganku, dengan perilaku dan pandangan kami begitu ‘sinis’ terhadap ajaran pemahaman yang berbeda semisal dengan Muhammadiyah, terutama soal tahlil dan batalnya wudlu setelah ‘nggepok’ istri dan tidak adanya qunut dalam sholat subuh mereka, tapi anehnya dengan yang non-Islam kami begitu dekat, berbeda dengan Tuhanku ketika SMP dan madrasah dulu, yang membuatku membenci seorang cina teman akrabku. “Tuhanku lagi-lagi dengan sengaja atau tidak aku belenggu dalam pemahamanku atas diriNya”.

TUHAN yang (coba) kucari dan definisikan

Kiaiku, ketika aku pamit dan mohon restu untuk melanjutkan kuliah setelah 6 tahun berguru dan mengabdi padanya, hanya berpesan satu hal “kalau mau neruskan kuliah, jangan ambil jurusan selain ushuluddin, mending mondok lagi di pesantren” begitu pesan penting yang aku ingat, dan akhirnya aku terdampar di Fakultas ushuluddin jurusan Aqidah Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta waktu itu. Dan dalam proses pencarian dan pemahamanku tentang Tuhan akan sangat berubah, mengalami dis-orientasi dan refleksi yang luar biasa dalam fase ini.
Karena Tuhan ketika aku kuliah filsafat tak hanya menjadi bahan pencarian namun juga semacam obyek penelitian, Tuhan tak hanya didefiniskan namun juga dipertanyakan bahkan digugat dan disangsikan keberadaan dan fungsinya. Tuhan seakan hanya menjadi bagian kecil dari proses kehidupan ini, atau bahkan ada dan tidaknya Tuhan menjadi hal yang tak penting. Dalam fase ini terjadilah proses refleksi dalam diriku bahkan sampai pada taraf dis-orientasi, Tuhan yang dulu begitu dekat dan sublim dalam diriku, Tuhan yang dulu hadir dalam segenap langkah dan fikiranku yang menjadikan aku taat dan shaleh, seakan sirna dan bahkan Tuhan seakan berada diluar logika dan nalarku.
Semua ini terjadi karena aku sedang mengalami ‘euforia’ dan ‘shock’ secara spiritual karena dulu ketika ‘nyantri’, filsafat menjadi ‘barang’ haram dan tidak diperkenankan dipelajari, Tuhan hanya dihadirkan dan diajarkan kepadaku melalui ‘kepercayaan’ dan ‘hati’ saja tanpa nalar dan logika.
Tuhan saat itu menjadi dogma dan sesuatu yang final dan tak perlu dipertanyakan lagi, sementara filsafat tidak, ia bersifat ‘radikal’ dan ‘substansial’, sehingga Tuhanpun aku coba rasionalkan, dengan segap curahan fikiran dan teori, sampai ada adagium dari Heidegger yang sangat aku jadikan pegangan “Kalau kau mau mendapatkan ketentraman dan kedamaian jiwa percayalah, namun jika kau mau jadi murid kebenaran, maka carilah”,
Hampir selama tiga tahun pertama kuliah di S1 filsafat, segenap ritual keagamaan bahkan kepercayaanku sebelumnya kepada Tuhan aku tanggalkan, semua ku refleksikan pada titik nadir dan aku pertanyakan banyak hal tentang kehidupan termasuk soal Tuhan, mesti tak kutemukan jawaban yang pasti dan memuaskan tentang misteri hidup dan Tuhan, namun setidaknya aku menemukan sebuah “kesadaran” bahwa bagaimana mungkin mencari dan menemukan TUHAN dengan pemahaman atasnya/“Tuhan” dengan huruf kecil melalui otak kita yang sangat terbatas, bagaimana mungkin mencari jawab tentang TUHAN ketika misteri kehidupan ini saja kita tak mampu menjawabnya, akhirnya alhamdulillah TUHAN kembali hadir dalam benak dan kehidupanku dengan pemahaman dan keyakinan yang berbeda dari sebelumnya, ada sesuatu yang lain, “ketundukan” dan “kesadaran” yang ihlas tanpa pamrih dan terpaksa karena bapak, kiai atau guru madrasahku.
Ritual keagamaanku yang dulu aku lakukan atas dasar kebiasaan dan secara otomatis menjadi sesuatu kesadaran, kebutuhan dan ‘kepasrahan’ seorang hamba. Ketaatan dan keshalehanku yang dulu karena ajaran dan didikan, seakan menjadi semacam “kewajaran” dan aku lakukan dengan sepenuh hati dan fikiran, akhirnya ketika aku mencari TUHAN dengan konsep Tuhan (huruf kecil) tentu akan sulit untuk menemukanNya dan adagium Heidegger aku balik “Jika kau mau menjadi murid kebenaran, carilah, namun jika kau mau ketentraman dan kedamaian jiwa maka percayalah”
Bagiku kini, pada satu titik sesungguhnya TUHAN merupakan hal yang tak terdefinisikan, Tuhan yang selama ini aku fahami dan yakini atau bahkan yang mungkin difahami dan yakini semua orang, dengan berbagai konsep dan definisi yang ada, bukanlah TUHAN yang hakiki! Dan saat ini TUHAN yang aku fahami, yakini dan taati, hanya Aku dan TUHAN yang tau!!!
Wallahu ‘a’lamu bi al-showab

"Revolusi Sang Demonstran”

Revolusi

Siapa Yang Paling Kuat Mengukuhkan Kakinya Di Muka Bumi
Siapa Yang Paling Kuat Mengukuhkan Kakinya Di Muka Bumi
Dialah Yang Bertahan
Dialah Yang Bertahan
Jangan Mundur Sedetikpun Kawan
Jangan Mundur Sedetikpun Kawan
Rakyat Tak Sudi Engkau Khianati
Rakyat Tak Sudi Engkau Khianati
Negara Ini Masih Mencari Jati Diri
Tapi Tidak Kalian
Para Pejuang Sejati
Revolusi Ini Sampai Mati
Selesaikan Yang Terabaikan
Siapa Rela?
Ikut Dalam Dibarisan
Yang Kuncun Segeralah Lari Pulang
Karna Ini Pastilah Berdarah-Darah
Sebab Itulah Takdirnya





“Puisi Buat Sang Demonstran”

Sejauh Mana Kita Telah Bertakbir
Untuk Meruntuhkan Yg Lalim
Berangkulan Bahu, Bersatu Padu Hari Demi Hari
Menjaga Hasrat Hati Melindungi Tubuh Ibu Pertiwi
Tidak Dapat Kita Hitung Jauhnya Jalan Perjuangan
Bersama-Sama Meniti Dgn Sepatu Kumal Dari Tempat-Tempat Sepi Hingga Hotel-Hotel Berbintang…
Namun Waktu Harus Berlalu Memisahkan Arah Tuju
Tapi Masih Pada Matahari Yang Sama, Tujuan Yang Ingin Kita Gapai
Maka Titik Persimpangan Kan Selalu Mempertemukan Utk Saling Mengingatkan Dan Berbagi…
Ini Hanya Dinamika Dari Dimensi Hidup…Begitu Kata Orang Bijak…
Maka Raihlah Yang Patut Untuk Kita Raih….
Maka Untukmu Sang Demostran, Sahabatku..Lagu Lama Masihku Nyanyikan…
“Ayo Rapatkan Barisan, Satu Komando, Satu Tujuan, Genggam Jarimu Lalu Kepalkan Sbg Simbol Perlawanan”
Allahuakbar…

PUISI CINTA...

Sang Revolusioner


Duhai Kasih
Aku Sebenarnya Berharap Ada Kau Disisiku
Bercumbu Dalam Orasi-Orasi Tentang Pembebasan
Berkasih-Kasih Dalam Debat Panjang Revolusi
Berpeluk Mesra Dalam Kejaran Tirani

Duhai Kasih
Aku Sebenarnya Berharap Kau Ada Disisiku
Berjalan Bergandengan Dengan Kaum Tertindas
Bernyanyi Mesra Dalam Tarian Penantian
Atau Hanya Sekedar Diam Dan Saling Memandang
Sambil Berpikir Berdua Adakah Ruang Untuk Kita
Berucap Mesra Dalam Tangisan Kehilangan

Duhai Kasih
Sekali Lagi Aku Berharap
Bukankah Kamu Tau
Revolusi Butuh Pejuang
Siapkan Dirimu...
Agar Kutanamkan Benih Revolusi Dirahimm
u
Arti Hidup ???
Seorg professor berdiri di dpn kelas filsafat.
Saat kelas dimulai, dia mengambil toples kosong dan mengisi dgn bola2 golf.
Kemudian berkata kpd murid2nya, apakah toples sdh penuh…… ?
Mereka setuju !!!!

Kemudian dia menuangkan batu koral ke dlm toples, mengguncang dgn ringan. Batu2 koral
mengisi tempat yg kosong di antara bola2 golf.
Kemudian dia bertanya kpd murid2nya, apakah toples sdh penuh ??Mereka setuju !!!
Selanjutnya dia menabur pasir ke dlm toples …
Tentu saja pasir menutupi semuanya.
Profesor sekali lagi bertanya apakah toples sdh penuh..??.murid , “Yes”…!!
Kemudian dia menuangkan dua cangkir kopi ke dlm toples, dan secara efektif mengisi
ruangan kosong di antara pasir. Para murid tertawa….
“Sekarang.. saya ingin kalian memahami bahwa toples ini mewakili kehidupanmu. “
“Bola2 golf adalah hal yg penting; Tuhan, keluarga, anak2, kesehatan.
“Jika yg lain hilang dan hanya tinggal mrk, maka hidupmu msh ttp penuh.”
“Batu2 koral adalah hal2 lain, spt pekerjaanmu, rumah dan mobil.”
“Pasir adalah hal2 yg sepele.”
“Jika kalian pertama kali memasukkan pasir ke dlm toples, maka tdk akan tersisa ruangan utk
batu2 koral ataupun utk bola2 golf..
Hal yg sama akan terjadi dlm hidupmu.”
“Jika kalian menghabiskan energi utk hal2 yg sepele, kalian tdk akan mempunyai ruang utk
hal2 yg penting buat kalian.”
“Jadi Beri perhatian utk hal2 yg penting utk kebahagiaanmu.
“Bermainlah dgn anak2mu.”
“Luangkan wkt utk check up kesehatan.”
“Ajak pasanganmu utk keluar makan malam”
“Berikan perhatian terlebih dahulu kpd bola2 golf.
Hal2 yg benar2 penting. Atur prioritasmu.
Baru yg terakhir, urus pasirnya.
“Salah satu murid mengangkat tangan dan bertanya, “Kopi mewakili apa?
Profesor tersenyum, “Saya senang kamu bertanya.”
“Itu utk menunjukkan kpd kalian, sekalipun hidupmu tampak sdh sgt penuh, tetap selalu
tersedia tempat utk secangkir kopi bersama sahabat”
Cerita ini sangat indah, sempatkan untuk membaca…